Loading...

Perkembangan tren yang dinamis, didorong dengan akses promosi melalui media sosial yang semakin masif dan mudah diakses oleh semua kalangan, menjadikan industri fesyen sebagai salah satu sektor industri yang harus terus dipacu dan dimaksimalkan potensinya oleh pelaku industri dalam negeri.

Berbagai brand dan variasi produk kini ditawarkan dengan keunikan dan identitasnya masing-masing. Pelaku industri kecil dan menengah (IKM) juga dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut agar dapat bertahan dan bersaing.

Sebagai sektor yang erat kaitannya dengan sektor industri tekstil dan pakaian jadi, industri fesyen memiliki peranan besar dalam perputaran perekonomian dalam negeri. “Hal ini ditunjukkan dengan capaian nilai ekspor produk tekstil dan pakaian jadi pada tahun 2024 yang mencapai angka USD 11,96 miliar, meningkat 2,43 persen dibandingkan tahun 2023, capaian ini memperlihatkan bahwa produk tekstil dan pakaian jadi Indonesia masih memiliki daya saing tinggi serta peluang yang luas untuk memperkuat posisinya di pasar global,” ungkap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Reni Yanita dalam acara Bali Fashion Network 2025 di Badung, Bali (18/10).

Kemenperin berkomitmen untuk terus mengembangkan sektor industri fesyen dengan mendorong peningkatan nilai tambah produk, daya saing, kontribusi ekspor produk IKM serta ekosistem inovasi dan kewirausahaan, khususnya di sektor fesyen dan kriya. “Pada tahun 2024 juga telah didirikan unit pelaksana teknis Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK) di Bali yang merupakan satuan kerja di bawah Ditjen IKMA, sehingga diharapkan keberadaan BPIFK dapat menjadi penghubung berbagai stakeholder dalam pengembangan industri fesyen dan kriya nasional,” terang Reni.

Dirjen IKMA mengungkapkan bahwa BPIFK menjalankan peran 3C yaitu “Create” sebagai creative hub untuk belajar atau mengasah kemampuan soft skill dan hard skill untuk meningkatkan daya saing produk, “Connectyang menghubungkan beragam stakeholder dalam bentuk informasi yang dibutuhkan oleh pelaku IKM fesyen dan kriya dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, dan “Catalyze” sebagai akselerator atau pendorong bagi perkembangan bisnis pelaku IKM fesyen dan kriya agar dapat naik kelas.

“Seluruh upaya tersebut diarahkan untuk menciptakan IKM yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat struktur industri nasional dari tingkat daerah hingga nasional,” jelasnya.

Industri fesyen memiliki rantai nilai yang panjang dari hulu hingga hilir yang saling terhubung dan mampu menciptakan berbagai nilai tambah yang dapat menjadi penguat daya saing suatu produk, baik di pasar lokal maupun global. Rantai nilai tersebut dimulai dari penyedia bahan baku, desain dan prototyping, produksi, branding hingga pemasaran serta distribusi. “Seluruh tahapan tersebut diperkuat oleh berbagai pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga pendidikan dan riset, pembiayaan, sertifikasi, logistik yang harus saling berkolaborasi untuk dapat membentuk ekosistem industri fesyen yang kompetitif,” pungkas Reni.

Dirjen IKMA turut mengapresiasi penyelenggaraan Bali Fashion Network 2025 yang merupakan contoh nyata penerapan kolaborasi pengembangan industri fesyen. “Kami melihat bagaimana pada kegiatan ini, para pelaku IKM fesyen tidak hanya sebatas menampilkan karya dengan tren terkini, tetapi juga memperoleh kesempatan untuk memperluas jejaring usaha, meningkatkan kapasitas bisnis, serta memperkuat keterhubungan dengan rantai pasok industri fesyen nasional,” jelasnya.

Reni mengungkapkan bila Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA) berkomitmen untuk terus mendukung berbagai kegiatan pengembangan industri fesyen. Selain itu, dukungan yang dilakukan juga melalui kebijakan yang berpihak pada pelaku IKM, perluasan akses terhadap teknologi dan pembiayaan, serta fasilitasi promosi produk kreatif di tingkat nasional maupun global. 

“Harapan kami, melalui kegiatan ini, kolaborasi lintas sektor dapat semakin diperkuat, rantai nilai industri fesyen semakin terintegrasi, dan Indonesia dapat terus berkembang sebagai pusat industri fesyen yang kreatif, berdaya saing global, dan mencerminkan kekayaan budaya bangsa,” tambahnya.

Direktur IKM Kimia, Sandang dan Kerajinan, Budi Setiawan juga menyampaikan jika Bali Fashion Network dapat menjadi wadah strategis bagi desainer, produsen, akademisi dan pemerintah untuk berkolaborasi. “Kolaborasi ini diharapkan mampu menciptakan berbagai inovasi yang mampu menembus pasar internasional, sekaligus mendorong tumbuhnya wirausaha baru yang berorientasi pada kreativitas dan keberlanjutan,” pungkas Budi.

Dorong Daya Saing IKM Fesyen melalui Restrukturisasi Mesin

Dalam acara tersebut, Dirjen IKMA turut memaparkan salah satu program pengembangan IKM yang dilakukan melalui Restrukturisasi Mesin/Peralatan. Melalui program tersebut, pelaku IKM dapat mendapatkan penggantian/cashback sebagian dari harga pembelian mesin dan/atau peralatan sebesar maksimal 40 persen untuk mesin/peralatan dalam negeri dan maksimal 25 persen untuk mesin/peralatan luar negeri.

“Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pemberian Fasilitas Bantuan Mesin dan Peralatan, batas nilai penggantian adalah Rp. 10 juta sampai dengan Rp. 500 juta per perusahaan per tahun, dan diberikan paling banyak tiga kali periode tahun anggaran untuk IKM yang sama” jelas Reni dalam paparannya.

Program ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pelaku IKM, khususnya pada sektor industri fesyen untuk dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuan produksinya. “Sehingga pada akhirnya, daya saing dan kualitas produk yang dihasilkan juga akan meningkat, dan dengan keunikan branding serta identitas produk, saya yakin IKM fesyen mampu memaksimalkan potensi pasar lokal bahkan tembus ke pasar global,” tutup Reni.

Kepala Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya, Dickie Sulistya menambahkan bahwa para pelaku IKM dapat mengajukan restrukturisasi melalui portal SIINas. “Perusahaan harus mengunggah seluruh dokumen pengajuan ke portal SIINas, serta memenuhi kriteria dan persyaratan yang diminta. Adapun mekanisme pengajuan permohonan akan meliputi berbagai tahapan seperti verifikasi dokumen, survei dan verifikasi lapangan, penetapan hasil pengajuan, realisasi pencairan,” terang Dickie.

“Para penerima bantuan restrukturisasi mesin atau peralatan nantinya juga wajib melaporkan perkembangan industri via SIINas setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut,” jelas Dickie.

Kriteria yang dipersyaratkan, lanjut Dickie, meliputi persyaratan unit usaha yang dijalankan seperti memiliki izin usaha, jumlah tenaga kerja tidak lebih dari 99 orang, melakukan pembeli mesin/peralatan baru berusia tidak lebih dari tiga tahun dan waktu kedatangan mesin masih dalam lingkup waktu yang ditentukan, dokumen pembelian, dan sedang tidak mengikuti program sejenis dari Kemenperin pada tahun anggaran yang sama.

“Adapun kriteria lainnya adalah kriteria mesin atau peralatan yaitu mesin atau peralatan bersifat dibeli dalam kondisi baru, digunakan langsung dalam proses produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi, serta diproduksi paling lama tiga tahun sebelum tahun pengajuan,” pungkas Dickie.

Demikian siaran pers ini untuk disebarluaskan.