Loading...

Peningkatan kapasitas dan kualitas produksi IKM makanan dan minuman menjadi kebutuhan penting di tengah persaingan pasar dan dinamika ekonomi saat ini. Terlebih industri makanan dan minuman termasuk sektor yang memegang peran utama dalam perekonomian nasional.

Oleh sebab itu, Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka terus memfasilitasi para pelaku IKM pangan di berbagai daerah untuk mengatasi berbagai tantangan bisnis yang ada, sehingga dapat tumbuh, berkembang dan naik kelas. 

“Untuk dapat bersaing di pasar yang semakin kompetitif, industri pangan harus memperhatikan berbagai aspek keamanan pangan dan mutu produk, menggunakan teknologi proses yang lebih efisien dan inovatif, serta mengembangkan diversifikasi produk sesuai permintaan pasar,” kata Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita, saat penandatanganan Nota Kesepahaman antara Ditjen IKMA dan PT Arwana Citramulia Tbk tentang Fasilitasi Keramik untuk Pembuatan Dapur Bersih bagi Sentra IKM Pangan di Kabupaten Jembrana, Jumat (17/10).

Selama beberapa tahun terakhir, industri makanan dan minuman berkontribusi penting di sektor industri pengolahan. Industri makanan dan minuman terbukti masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional, dengan kontribusi ekspornya yang mencapai USD 4,4 miliar pada Juni 2025. Nilai ini sama dengan 23,44% dari total ekspor industri pengolahan nonmigas. “Ekspor makanan dan minuman terbesar kedua setelah industri logam dasar,” kata Reni.

Pencapaian sektor industri makanan dan minuman ini juga ditopang oleh kemampuan IKM makanan dan minuman, yang mencakup sekitar 39,7% dari total unit usaha IKM dan menyerap 36,5% tenaga kerja IKM. Reni menjelaskan, IKM pangan tidak hanya menopang ekonomi, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam pemberdayaan masyarakat. 

Kendati demikian, Reni mengakui IKM pangan harus berjibaku menghadapi berbagai tantangan bisnis yang begitu dinamis. Di antaranya yaitu soal bahan baku yang fluktuatif karena dipengaruhi oleh musim panen dan kualitas bibit, produksi yang disebabkan oleh penggunaan teknologi yang masih sederhana, kurangnya penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), serta akses pasar tentang bagaimana melakukan branding, pemanfaatan pasar digital, dan pemenuhan persyaratan yang diminta oleh pasar. 

Saat ini, masih banyak IKM pangan yang belum memenuhi standar CPPOB. Permasalahan yang sering ditemui antara lain kondisi bangunan produksi yang belum memadai, sanitasi yang kurang terjaga, hingga peralatan produksi yang belum sesuai standar,” ungkap Reni.

Menurut Reni, dalam penerapan CPPOB di IKM pangan, penggunaan material yang higienis seperti keramik sangat penting untuk mendukung terciptanya lingkungan produksi yang bersih, mudah dibersihkan, dan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Dengan demikian, keramik menjadi salah satu faktor pendukung utama bagi IKM pangan dalam menerapkan standar CPPOB.

Sebagai salah satu langkah nyata mendukung pemenuhan standar keamanan pangan, Ditjen IKMA menjalin kerjasama dengan PT Arwana Citramulia Tbk. “Pada kesempatan ini, Kabupaten Jembrana mendapatkan 1.765 m² keramik untuk IKM tempe dan tahu, garam konsumsi, serta aneka pangan,” kata Reni.

Kerjasama ini bukanlah yang pertama kali. Pada tahun 2013, melalui program Corporate Social Responsibility perusahaan, PT Arwana Citramulia Tbk menyalurkan bantuan 12.000 m² keramik untuk pembangunan dapur bersih IKM gula semut di Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen, Jawa Tengah. 

“Fasilitasi ini kami lakukan untuk mendukung IKM, kelompok, dan koperasi penerima memenuhi standar keamanan pangan CPPOB, sehingga tercipta ekosistem usaha yang lebih produktif dan berdaya saing,” yakin Reni. 

Selanjutnya pada 2017, dukungan 4.500 m² keramik diberikan kepada IKM pangan di Rote Ndao NTT, dan 2.200 m² keramik di Rejang Lebong Bengkulu. Pada tahun 2022, PT Arwana memfasilitasi 10.000 m² keramik diperuntukkan kepada Sentra IKM gula semut di Purbalingga dan Banyumas. Kemudian pada 2024, fasilitasi keramik sejumlah 10.000 m² diberikan kepada 100 IKM tempe, tahu, garam konsumsi beryodium, dan gula aren di Singkawang, Salatiga, Pati, Karangasem, serta Pacitan. Pada tahun 2025, sebelum menyalurkan keramik di Jembrana, fasilitasi keramik diberikan untuk IKM Pangan di Balikpapan, Sidoarjo, Rembang, dan Bandung Barat.

Dengan bantuan ini, semoga IKM maupun kelompok peserta program dapat terbantu dalam upaya memenuhi standar keamanan pangan CPPOB, sehingga tercipta ekosistem yang produktif dan meningkatkan daya saing IKM,” harap Reni.

Selain memfasilitasi dengan dukungan material keramik dalam rangka penerapan produksi bersih di dapur IKM, Ditjen IKMA juga terus melakukan berbagai program pembinaan untuk IKM pangan. Di antaranya yaitu melalui penerapan sistem keamanan pangan melalui workshop sistem keamanan pangan, pendampingan dan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), penguatan kemitraan IKM, baik dengan industri besar, ritel, maupun sektor HORECA, serta peningkatan akses pasar melalui partisipasi pameran dan business matching.

Tak hanya itu, Ditjen IKMA berupaya meningkatkan pasar ekspor produk buatan IKM  melalui pendampingan digital marketing melalui platform marketplace global, fasilitasi membership pada marketplace tersebut, dan partisipasi pada pameran internasional. Sementara itu, peningkatan kualitas produksi IKM terus didukung melalui program restrukturisasi mesin dan/atau peralatan dengan potongan harga (reimburse) atas pembelian mesin dan/atau peralatan produksi baru, serta penerapan transformasi industri 4.0, terutama dalam hal efisiensi dan traceability.

Ditjen IKMA juga terus mengembangkan kemampuan sentra-sentra IKM di daerah dengan pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan dan revitalisasi Sentra IKM. Selanjutnya, Ditjen IKMA melalui Direktorat IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan rutin melakukan akselerasi bisnis bagi IKM pangan lokal melalui program Indonesia Food Innovation (IFI) yang meliputi pendampingan teknis dan bisnis dari tenaga ahli, serta pengembangan jaringan.

“Direktorat IKM PFBB terus mengembangkan industri hijau melalui pendampingan produksi bersih dan fasilitasi mesin/ peralatan pengolahan limbah mendorong pelaku usaha IKM menuju aktivitas usaha ramah lingkungan bagi sentra IKM tahu di Magelang, Singkawang, Makassar, Bandung, Bogor, Salatiga, Konawe Selatan dan Bandung Barat,” kata Direktur IKM PFBB Bayu Fajar Nugroho.

Direktur Operasional PT Arwana Citramulia Tbk., Edy Suyanto menyampaikan kerjasama ini sebagai tanggung jawab sosial perusahaan dengan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) untuk menumbuhkembangkan IKM. Program Asta Cita dengan target pertumbuhan 8% diyakini bisa tercapai dengan kolaborasi pemerintah dan swasta. Edy menyampaikan, siap mendukung program Ditjen IKMA terkait peningkatan daya saing IKM melalui fasilitasi dapur bersih di sentra IKM karena perusahaan menilai kerjasama ini merupakan program yang tepat sasaran.

Sementara itu, Bupati Jembrana menyampaikan apresiasinya kepada Ditjen IKMA Kemenperin dan PT Arwana Citramulia Tbk yang telah memberikan perhatian dan dukungan untuk pengembangan IKM di Kabupaten Jembrana yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Selama ini Pemkab Jembrana juga terus membina IKM dan mendorong setiap pasar modern di Kab. Jembrana wajib untuk memasarkan produk IKM lokal di gerainya.

Demikian siaran pers ini untuk disebarluaskan.