Loading...

Kementerian Perindustrian terus berupaya melestarikan dan menumbuhkembangkan industri batik. Industri batik turut berkontribusi pada ekonomi masyarakat dan merupakan salah satu komoditas potensial untuk terus dikembangkan. Kain batik yang sarat dengan berbagai latar belakang kisah dan makna, kini semakin dikenal dan digemari masyarakat, bahkan kain batik sudah bisa menembus pasar global.

Hal ini menunjukkan bagaimana industri batik tetap bertahan dan mampu berkembangdi tengah cepatnya arus industri fesyen modern.

Perkembangan industri batik tidak terlepas dari peran pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di berbagai daerah di Indonesia. Kain batik, kini tak hanya dikenal sebagai pakaian daerah, tetapi telah menjelma menjadi produk fesyen modern yang digemari lintas generasi dan pasar global. Namun, di tengah tingginya permintaan, tantangan menjaga keaslian dan kualitas produk juga semakin kompleks. Hal ini yang menjadi alasan pelaku industri batik tetap harus mendapatkan berbagai pembinaan, fasilitasi dan akses promosi dari berbagai stakeholder, termasuk pemerintah.

Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA), aktif mendorong peningkatan kualitas dan daya saing industri batik nasional melalui berbagai kegiatan seperti pendampingan, pembinaan, pelatihan, fasilitasi akses pasar, hingga peningkatan kapasitas SDM. Selain itu, Kemenperin juga mendorong peningkatan kualitas industri batik dengan pendekatan berbasis standardisasi.

“Minat terhadap batik yang telah merambah sampai mancanegara tentunya berpengaruh terhadap kenaikan jumlah produksi batik di Indonesia. Tidak hanya itu, saat ini kemunculan kain tiruan batik juga semakin marak dan membuat konsumen kesulitan membedakannya dari batik asli,” ucap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka, Reni Yanita dalam keterangannya pada acara webinar bertajuk “Standardisasi pada Industri Batik” secara daring di Jakarta, Senin (7/7).

Menurut Reni standardisasi merupakan solusi strategis yang perlu diterapkan oleh pelaku industri batik untuk menghadapi dinamika pasar dan tantangan globalisasi. Penerapan standar, seperti SNI Batik (Standar Nasional Indonesia), SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), Batikmark, Sertifikasi Halal, dan Sertifikasi Industri Hijau, dapat memberikan jaminan kualitas, keaslian, dan keberlanjutan proses produksi. Masing-masing standar memiliki peran strategis, mulai dari menjamin mutu produk, meningkatkan kompetensi SDM, memperkuat identitas produk asli, hingga memperluas akses pasar, termasuk pasar ekspor.

“Setiap standardisasi ini menjamin suatu aspek, seperti SNI untuk kualitas produk, SKKNI untuk kompetensi perajin, Batikmark untuk keaslian produk, sedangkan Halal dan Industri Hijau merupakan standardisasi khusus yang berpotensi memperluas akses pasar bahkan sampai ke luar negeri,” lanjut Reni.

Lebih lanjut, Reni menekankan bahwa standardisasi tidak hanya penting bagi keberlangsungan usaha dari sisi produksi, tetapi juga memberikan nilai tambah pada aspekbranding. Di tengah meningkatnya kesadaran konsumen terhadap isu keaslian, estetika, dan keberlanjutan lingkungan, batik yang tersertifikasi memiliki peluang lebih besar untuk menjadi pilihan utama konsumen.

“Dari sudut pandang konsumen, jika kita menemukan batik yang terjamin asli, berkualitas, indah desainnya, dan produksinya ramah lingkungan, tentu kita akan merasa brand batik tersebut keren, dan peluang kita untuk menjadi konsumen loyal juga semakin besar,” ungkap Reni.

Sebagai upaya konkret dalam membangun pemahaman dan kesadaran akan pentingnya standardisasi, Ditjen IKMA bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) menyelenggarakan Webinar bertema “Standardisasi pada Industri Batik” secara daring pada 7 Juli 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian acara Gelar Batik Nusantara (GBN) dan Hari Batik Nasional (HBN) tahun 2025.

Puncak dari rangkaian perayaan GBN dan HBN 2025 akan ditandai dengan Pameran Gelar Batik Nusantara, yang akan diselenggarakan pada 30 Juli hingga 3 Agustus 2025 di Pasaraya Blok M, Jakarta. Pameran ini akan menghadirkan produk-produk batik unggulan dari berbagai daerah di Indonesia, sekaligus menjadi ajang edukasi publik mengenai pentingnya standardisasi dalam menjaga mutu dan warisan budaya batik.

Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan menyampaikan,kami ingin agar para pelaku IKM batik dan konsumen terlebih dahulu paham, ada standar apa saja pada industri batik, apa saja manfaatnya, dan tahu harus ke mana jika ingin mengajukan penerapannya,” kata Budi.

Webinar ini menghadirkan para narasumber dari kalangan regulator dan praktisi seperti Direktur Penguatan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional, Asesor Manajemen Mutu Industri Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik, serta Direktur Akasia Batik Yogyakarta.

Budi menekankan bahwa kegiatan ini dapat menjadi ruang sinergi antara pelaku usaha, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat fondasi industri batik nasional. Keberlanjutan industri batik sangat ditentukan oleh kesadaran kolektif terhadap pentingnya penerapan standar mutu,” terang Budi

“Melalui kegiatan ini, kami berharap seluruh pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam mendukung keberlanjutan dan daya saing industri batik nasional. Batik bukan sekadar kain, tapi identitas budaya yang punya kekuatan ekonomi besar jika dijaga mutunya, dikuatkan standarnya, dan dikenalkan secara berkelanjutan," ungkap Budi.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), sekaligus Anggota Presidium Ikatan Pimpinan Tinggi (PIMTI) Perempuan Indonesia, Rini Handayani turut menyampaikan dukungan dan apresiasi atas upaya Ditjen IKMA dan YBI dalam meningkatkan daya saing produk nasional, khususnya di sektor batik.

“Industri batik telah menjadi ruang kehidupan bagi jutaan pelaku IKM perempuan. Di pelosok negeri ini, industri batik mayoritas ditopang oleh tenaga kerja perempuan. Mulai dari perajin, pelaku usaha, ibu rumah tangga, kepala keluarga perempuan, hingga generasi muda menjadikan batik sebagai sumber penghidupan, maka penguatan kapasitas dan kualitas menjadi hal yang penting untuk terus ditingkatkan, ” ungkap Rini Handayani

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.