Loading...

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan bambu terbesar di dunia, dengan lebih dari 125 jenis bambu yang tumbuh di berbagai wilayah nusantara. Potensi ini menempatkan Indonesia pada posisi ketiga sebagai negara dengan sumber bahan baku bambu terbesar secara global.

Namun demikian, pemanfaatan bambu yang dilakukan masyarakat masih banyak mengandalkan teknik tradisional sehingga nilainya belum berkembang secara optimal. Melihat kondisi tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mendorong penguatan industri hilir bambu sebagai bahan baku furnitur yang sesuai dengan prinsip ekonomi hijau dan ekonomi sirkular.

 

Upaya pengembangan bambu sebenarnya telah menjadi program lintas kementerian yang dirumuskan dalam Peraturan Presiden mengenai Strategi Nasional Bambu Terintegrasi Hulu–Hilir sejak tahun 2022. Menindaklanjuti kebijakan nasional itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa Kemenperin tengah menyusun roadmap Pengembangan Ekosistem Industri Bambu Terintegrasi.

 

“Peta jalan ini mencakup rangkaian program penting, mulai dari penguatan agroforestry pascapanen, pembentukan sentra-sentra bambu, pendirian Bamboo Academy, hingga pembentukan pusat logistik bambu guna memastikan pasokan bahan baku yang lebih terstruktur dan efisien,” kata Menperin Agus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/11).

 

Menperin mengemukakan, bambu memiliki sejumlah keunggulan yang membuatnya layak menjadi alternatif kayu di industri furnitur. Selain harganya terjangkau, bambu memiliki karakter kuat, lentur, dan mudah dibentuk.

 

“Bahkan, untuk wilayah yang rawan gempa, bambu bisa direkomendasikan sebagai bahan konstruksi karena sifatnya yang lebih tahan guncangan,” ungkapnya. Selain itu, bambu memiliki potensi besar menggantikan kayu karena sifatnya yang ramah lingkungan dan siklus produksinya yang jauh lebih berkelanjutan.

 

Seiring perkembangan teknologi dan desain, produk berbasis bambu kini tampil semakin modern dengan variasi material dan teknik olahan. Inovasi seperti teknologi bamboo laminated memungkinkan bambu diolah menjadi papan dengan karakteristik mirip kayu sehingga menghasilkan furnitur dan produk dekorasi dengan kualitas tinggi serta tampilan kontemporer.

 

“Tren ini juga selaras dengan berkembangnya minat industri pariwisata terhadap konsep bangunan ramah lingkungan,” ujar Menperin. Di Bali, misalnya, banyak resor wisata mengusung konsep eco-resort dengan memanfaatkan bambu sebagai material utama bangunan, furnitur, dekorasi rumah, hingga perlengkapan amenities bagi para tamu.

 

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka Reni Yanita mengakui, selama ini furnitur yang populer di Indonesia yaitu hanya furnitur yang berbahan dari kayu keras. Popularitas kayu keras ini tercermin dari data BPS bahwa nilai ekspor industri furnitur pada Januari-Agustus 2025 mencapai USD 1,4 miliar dengan didominasi oleh furnitur kayu (KBLI 31001) sebesar USD 961,5 juta.

Namun, seiring dengan perkembangan tren dan kesadaran masyarakat terhadap industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, pasar pun semakin melirik industri yang menggunakan bahan baku dengan jangka waktu penggunaan yang panjang dan tidak menimbulkan kerusakan alam. Data Grand View Research memprediksi pasar furnitur ramah lingkungan akan naik dari USD 43,26 miliar pada tahun 2022 menjadi USD 83,76 miliar pada 2030 dengan tingkat pertumbuhan sebanyak 8,6%. 

Selaras dengan riset tersebut, data Market.us memproyeksikan pasar global produk berbasis bambu akan meningkat dari USD 74 miliar pada tahun 2024 menjadi USD 118,3 miliar pada tahun 2034 dengan pertumbuhan tahunan CAGR sebesar 4,8%. 

“Akan terjadi pergeseran tren yang membuat bahan baku lain seperti bambu sangat bisa menggantikan kayu karena siklus panen bambu yang jauh lebih cepat dan produksinya berkelanjutan tanpa isu deforestasi,” tegas Reni.

Tantangan dan Peluang Pengembangan Industri berbasis Olahan Bambu

Kendati potensi manfaat dan pasar industri bambu sebanyak itu, Reni menilai kemajuan industri pemanfaatan bambu di Indonesia masih perlu untuk dikembangkan. Para stakeholder pengembangan industri pengolahan bambu dapat mempelajari perkembangan sektor tersebut dari negara yang lebih maju seperti Cina. 

Pengembangan industri pengolahan bambu di Indonesia, masih menghadapi beberapa tantangan seperti masih kurangnya bahan baku bambu yang cocok untuk kebutuhan industri, teknologi mesin peralatan yang masih sederhana, sumber daya manusia yang belum memiliki keterampilan yang cukup memadai dalam membuat dan mengembangkan produk baru, serta kurangnya pengetahuan diversifikasi dan tren desain produk berbasis bambu.

“Oleh sebab itu, pengolahan pascapanen dalam hal pengembangan industri berbasis bambu menjadi sangat krusial karena proses pengolahan yang ada masih berdasarkan pada pengalaman secara otodidak. Padahal tahapan ini sangat menentukan kualitas bahan baku yang nantinya mempengaruhi kualitas produk akhir,” ucap Reni.

Ditjen IKMA menggandeng Yayasan Pengrajin Bambu Indonesia (YPBI) mengadakan beragam program pengembangan industri bambu. Yayasan yang didirikan oleh Jatnika Nanggamihardja ini merupakan ekosistem pelestari bambu dan pusat pelatiihan bagi para perajin. Ditjen IKMA melatih sepuluh perajin di bawah naungan YPBI, untuk dapat memproses bahan baku bambu yang berkualitas. Kegiatan Pelatihan Teknis Pengoperasian Mesin dan Pengolahan Pascapanen Bahan Baku Bambu ini diselenggarakan di Kabupaten Bogor, pada 20-23 Oktober 2025. 

Ditjen IKMA juga memberikan fasiltitas mesin peralatan kepada YPBI untuk membantu meningkatkan produktivitas para perajin berupa mesin potong, mesin pembelah dan perajang, mesin press laminasi serta mesin planner. Fasilitasi mesin ini juga dilengkapi dengan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan cara pengoperasian mesin.

Pelaksana Tugas Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan, Yedi Sabaryadi mengungkapkan, pemanfaatan mesin-mesin tersebut diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi para perajin, serta memperbanyak variasi produk bambu yang dihasilkan. 

“Sejak mesin tersebut dihibahkan, YPBI sudah mendapatkan pesanan yang cukup besar, salah satunya adalah pesanan pemasangan plafon interior anyaman bambu di Employee Centre PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, pembuatan cangkir dan botol minum bekerja sama dengan Sentra Bambu Bangli, serta pembuatan anyaman untuk rumah di Puncak Paseban Bogor,” terang Yedi.

Demikian siaran pers ini untuk disebarluaskan.