Program KIPK hadir sebagai solusi pembiayaan untuk mendukung revitalisasi mesin, meningkatkan produktivitas, serta memastikan industri padat karya tetap kompetitif di pasar nasional dan global.
Sebagai program pembiayaan yang baru diluncurkan, Kemenperin terus melakukan sosialisasi dan diseminasi terkait program KIPK kepada pelaku industri. Salah satu nya adalah sosialisasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA) di Sidoarjo, Jawa Timur pada 4 November 2025.
Acara yang diselenggarakan di Ruang Auditorium, Lantai 3 Gedung Baru Balai Pemberdayaan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) tersebu t merupakan bagian dari rangkaian acara Peresmian Gedung Perkantoran BPIPI. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan dalam sambutan acara peresmian tersebut , bahwa program ini merupakan pelaksanaan dari arahan Bapak Presiden RI untuk memperkuat sektor industri padat karya melalui langkah deregulasi secara besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat investasi di sektor industri.
Adapun sektor yang dapat mengajukan KIPK adalah sektor industri makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit, barang dari kulit dan alas kaki, furnitur, dan mainan anak. KIPK dikecualikan untuk industri minuman beralkohol dan industri malt. “ Sektor industri penerima KIPK akan mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan mendukung pemerataan ekonomi di suatu daerah ,” jelas Menperin.
Menperin mengungkapka hingga saat ini, realisasi KIPK masih rendah karena belum banyak pelaku industri yang mengakses pembiayaan tersebut.“Hal ini tentunya menjadi peluang bagi pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk mendapatkan pembiayaan KIPK sehingga mampu meningkatkan kapasitas produksinya,” ungkap Menperin.
Program KIPK secara langsung sejalan dan mendukung beberapa misi Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan seperti meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi industri padat karya melalui pembaruan mesin dan modernisasi teknologi, mendorong penyerapan tenaga kerja baru di sektor industri, memperluas basis ekspor nasional khususnya dari enam subsektor industri padat karya, serta meningkatkan daya saing global industri manufaktur Indonesia.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Reni Yanita, menerangkan bahwa perusahaan industri yang akan mengajukan KIPK harus memiliki paling sedikit 50 orang tenaga kerja, serta memenuhi persyaratan administratif dan teknis sesuai ketentuan yang berlaku. “Keberhasilan program KIPK tidak hanya bergantung pada tersedianya regulasi dan skema pembiayaan, namun juga pada kecepatan dan sinergi implementasi di lapangan,” terang Reni dalam sambutan acara pembukaan sosialisasi tersebut .
“Untuk itu diperlukan upaya percepatan atau akselerasi pembiayaan KIPK yang dapat dilakukan oleh masing-masing pihak seperti koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan lintas kementerian dan lembaga di Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM,” jelas Dirjen IKMA.
Pemerintah Daerah, lanjut Reni, juga harus berperan aktif mendata dan memfasilitasi pelaku industri potensial di wilayahnya, serta mendukung pelaksanaan sosialisasi dan pendampingan teknis agar akses terhadap pembiayaan KIPK menjadi lebih inklusif.
“Lembaga perbankan dan keuangan juga dapat melakukan sosialisasi, mempercepat proses penilaian kelayakan usaha dan penyaluran kredit sekaligus memperluas jaringan layanan pembiayaan ke sentra-sentra industri padat karya dan IKM di daerah,” jelas Reni.
Reni mengungkapkan dirinya meminta pelaku i ndustri dan asosiasi industri dapat aktif menyusun rencana pembaruan teknologi dan peningkatan kapasitas produksi, serta memanfaatkan fasilitas pembiayaan ini secara optimal dan bertanggung jawab untuk mendorong peningkatan daya saing. “Adapun lembaga pendukung ekosistem industri seperti lembaga riset, inkubator bisnis, dan lembaga pelatihan, diharapkan turut mendukung akselerasi ini melalui peningkatan keterampilan tenaga kerja dan inovasi proses produksi,” tambahnya.
Reni juga menegaskan Kementerian Perindustrian dalam hal ini berperan sebagai “ enabler ” dan “ accelerator ” dalam memastikan bahwa program KIPK dapat berjalan efektif, tepat sasaran, dan memberikan dampak nyata bagi peningkatan produktivitas, serta kesejahteraan pekerja industri di seluruh Indonesia. “Dengan kolaborasi yang erat antar seluruh pihak, akselerasi pembiayaan KIPK diyakini akan mampu mempercepat transformasi industri nasional menuju industri yang lebih modern, produktif, berdaya saing tinggi, dan berkeadilan,” tutup Reni.
Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Yedi Sabaryadi juga menyampaikan bahwa pada acara sosialisasi yang mengundang p elaku IKM dan aparat dinas perindustrian provinsi, kabupaten dan kota di Jawa Timur, serta bank penyalur KIPK, telah disampaikan materi dan paparan dari berbagai stakeholder yaitu Disperindag Provinsi Jawa Timur, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Direktorat Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, serta Bank Mandiri selaku salah satu bank penyalur KIPK.
“Kami harap materi yang disampaikan dan dipaparkan para narasumber dapat memberikan informasi dan wawasan bagi pelaku industri padat karya khususnya di wilayah Jawa Timur, untuk dapat mengakses dan mengajukan KIPK,” teran g Yedi.
Pada acara tersebut juga dilakukan pemberian secara simbolis penyaluran KIPK kepada tiga perusahaan industri yang telah memenuhi penilaian dan persyaratan sebagai calon debitur KIPK dari Bank Mandiri dan Bank BRI.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.