Loading...

Kementerian Perindustrian terus memacu peningkatan produksi pangan dalam negeri demi menjaga dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Kementerian Perindustrian terus memacu peningkatan produksi pangan dalam negeri demi menjaga dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Pengembangan industri pangan dilakukan melalui hilirisasi produk pertanian sehingga tercipta diversifikasi produk pangan yang memanfaatkan sumber daya atau bahan baku lokal. 

“Pengembangan industri pangan memiliki prospek yang besar, sehingga diharapkan ke depannya hilirisasi produk pertanian dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ungkap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Reni Yanita di Jakarta, Jumat (14/6).

Menurut Reni, komoditas agribisnis dan bahan pangan lokal alternatif merupakan tulang punggung ketahanan pangan Indonesia. Sebab, masyarakat tak hanya membutuhkan bahan pangan yang segar, tetapi juga olahan pangan lanjutan. Contohnya, pelaku industri dapat memanfaatkaan bahan baku pengganti beras sebagai sumber karbohidrat, seperti dari singkong, sagu, porang, sorgum, dan lain sebagainya. 

“Percepatan hilirisasi komoditas bahan pangan saat ini sangat diperlukan karena sangat besarnya potensi pengembangan produk olahan lanjutan yang dihasilkan dari bahan baku lokal, baik produk antara (intermediate product) maupun produk jadi (end product) yang siap dikonsumsi,” tegas Reni. 

Dirjen IKMA menilai terdapat kendala ketika mata rantai dan proses yang begitu panjang sehingga membuat komoditas agrikultur dan bahan pangan lokal alternatif menjadi berpotensi kurang segar saat dijual. Dengan demikian, efisiensi dan efektifitas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar dan menghubungkan daerah yang over supply dengan daerah yang over demand

“Hilirisasi dan industrialisasi yang inovatif dapat menjadi solusi untuk memperpanjang umur simpan, efisiensi logistik dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri pada komoditas agribisnis yang over supply pasca panen,” terangnya.

Reni menegaskan, percepatan hilirisasi komoditas bahan pangan, juga disebabkan karena terbatasnya produk olahan lanjutan yang dihasilkan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk jadi (end product) yang siap dikonsumsi (ready to eat). Pelaku industri perlu melakukan inovasi untuk menghasilkan produk pangan siap saji yang optimal dan sesuai selera pasar.

Potensi Pengembangan Pasar dan Kemitraan

Dirjen IKMA juga menyampaikan potensi pemanfaatan produk pangan siap saji buatan IKM dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, terutama dalam Program Makan Siang untuk Anak Sekolah dan Pencegahan Stunting, penyediaan konsumsi jemaah haji Indonesia, penyediaan konsumsi rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, angkutan pelayaran PELNI/KAI, penyediaan program tangguh bencana dan program lainnya.

“Bahan pangan lokal dapat menjadi pemasok kebutuhan melalui proses hilirisasi pangan yang dilakukan oleh stakeholder seperti IKM, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan koperasi. Produk inovatif yang efisien dalam penanganan logistik dan umur simpan seperti produk pangan siap saji/ ready to eat dapat menjadi pilihan untuk mendukung pelaksanaan program tersebut,” kata Reni.

Direktur IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Yedi Sabaryadi mengungkapkan, selain untuk pengadaan pemerintah, produk pangan inovatif juga memiliki segmen pasar di sektor ritel. Pada Mei 2024, Ditjen IKMA melaksanakan kegiatan Business Matching yang mempertemukan 47 IKM pangan terpilih dengan 24 perusahaan ritel yang menghasilkan potensi transaksi mencapai Rp 33 miliar. “Sebanyak 26 IKM peserta Business Matching merupakan alumni IFI dan 1 IKM dengan produk madu mencatatkan potensi transaksi tertinggi yaitu senilai Rp 1,02 miliar,” ungkap Yedi.

Yedi melanjutkan, percepatan hilirisasi produk agrikultur tentunya membutuhkan campur tangan atau kolaborasi berbagai pihak, seperti tech provider yang dapat berupa start up, lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, serta IKM teknologi tepat guna dan permesinan sebagai mitra. Sedangkan di rantai produksi industri pangan, para pelaku harus memperhatikan bahan baku pembuatan produk, produksi, hingga tahap distribusi ke tangan konsumen. 

“Oleh sebab itu, salah satu upaya Kemenperin dalam meningkatkan bahan baku industri pangan yaitu dengan mendukung pengembangan IKM TTG dan alat mesin pertanian (alsintan),” kata Yedi.

 

Pengembangan dan Pendampingan IKM Pangan

Peningkatan teknologi juga diperlukan oleh IKM pangan, baik untuk tahap pengolahan hingga distribusi produk pangan tersebut. Selama ini, kata Yedi, penerapan teknologi banyak dilakukan di sentra-sentra IKM pangan, terutama untuk teknologi retort atau sterilisasi produk pangan dengan prinsip pemanasan menggunakan uap atau air yang bertujuan untuk pengawetan produk secara komersial, high pressure process atau teknologi pengawetan nontermal bertekanan tinggi, dan teknologi freeze drying atau metode pengeringan dengan menghilangkan kandungan air dalam suatu bahan atau produk yang telah dibekukan.

“Upaya pemanfaatan potensi bahan pangan lokal yang dipadukan dengan penerapan teknologi dapat dilakukan dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik bidang IKM yang mengakomodasi kegiatan pembangunan rumah produksi, Unit Pelayanan Teknis (UPT), rumah kemasan, mesin dan peralatan, dan lain-lain yang diusulkan oleh daerah demi menciptakan sentra IKM yang unggul dan berdaya saing,” ucap Yedi.

Yedi menekankan pemanfaatan DAK untuk peningkatan kapasitas sentra IKM pangan ini juga membutuhkan komitmen dari berbagai pihak. “Untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan, kami berkoordinasi dan bersinergi dengan K/ L penyedia bahan baku seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan lainnya,” tutur Yedi.

Selain dukungan dalam peningkatan teknologi, Ditjen IKMA juga terus menggenjot kapasitas IKM pangan melalui berbagai pembinaan dan pendampingan. Di antaranya yaitu melalui fasilitasi bimbingan teknis, produksi, diversifikasi produk & keamanan pangan; bimbingan, pendampingan dan sertifikasi HACCP; serta pembangunan dan revitalisasi sentra melalui Dana Alokasi Khusus. Ada pula program restrukturisasi mesin dan/atau peralatan bagi IKM; perluasan pasar melalui fasilitasi kepesertaan pada pameran dalam negeri, marketplace lokal dan marketplace global; serta program kemitraan IKM pangan binaan dengan industri lainnya, hotel, resto dan cafe (horeca), ritel dan distributor.

Indonesia Food Innovation 2024

Dalam upaya mengakselerasi bisnis IKM pangan yang memiliki inovasi dalam produk dan/atau prosesnya, serta yang memiliki bahan baku utama sumber daya lokal, Ditjen IKMA rutin menyelenggarakan Program Indonesia Food Innovation (IFI). Tujuannya, agar IKM pangan siap menjadi industri pangan yang mudah dipasarkan, menguntungkan, dan berkelanjutan (marketableprofitable, dan sustainable). Pendaftaran IFI tahun ini telah dibuka sejak 6 Juni 2024 melalui www.ifi.kemenperin.go.id.

 

“Masing-masing komoditas agribisnis tentu memiliki karakteristik yang sangat spesifik, sehingga pengolahannya diperlukan proses yang berbeda bahkan diperlukan inovasi untuk menghasilkan produk yang optimal dan memenuhi kebutuhan pasar. Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Perindustrian melalui Ditjen IKMA menyelenggarakan Program Indonesia Food Innovation,” ucap Yedi.

 

Pendaftar IFI terus meningkat setiap tahunnya. Selama empat kali dilaksanakan, jumlah pendaftar mencapai 7.925 dan pada tahun 2023, terdapat 2.153 pendaftar yang ikut dalam seleksi program IFI dan telah terpilih 20 peserta untuk mendapatkan pembinaan dalam tahapan food business scale-up melalui coaching, mentoring dan fasilitasi pembinaan terkait manajemen, aspek hukum, dan jejaring.

 

Dari fasilitasi yang diberikan Ditjen IKMA, terbukti banyak pelaku IKM pangan peserta IFI yang berhasil menaikkan omset, dengan memperluas potensi pasar, baik nasional maupun ekspor. Sebagai contoh, IKM produk olahan susu yang menciptakan keju spesial dengan sentuhan unik pada cita rasa lokal, Rossalie Cheese di Bali. Dengan bersertifikat HACCP, Rossalie Cheese mampu mengembangkan pasar, menjadi pengganti keju impor ke jaringan premium hotel, premium retail market (Kem Chicks, Pepito, Papaya) dan juga restoran premium di Bali dan kota besar di Indonesia.

 

IKM lain yang berhasil memperluas ekspor setelah mengimplementasikan HACCP adalah CV Nusantara Jaya Food (NJF) di Malang, Jawa Timur. CV NJF mengalami peningkatan kapasitas produksi dan perluasan pasar hingga ke Curacao, Hongkong, Korea, dan Australia. Adapun total kapasitas produksi untuk produk sayur dan buah beku CV NFJ yang dipasok untuk perusahaan mining dan Asosiasi Catering Indonesia mencapai 300 ton per bulan. 

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.